ilustrasi |
Kasus kekerasan terhadap anak yang
muncul di Indonesia kian hari kian dramatis, seperti skenario film. Air mata,
drama hingga sandiwara melengkapi potret kelam anak-anak bangsa. Dunia maya
ramai dengan ucapan bela sungkawa dan doa. Kita sama-sama tahu bahwa berdoa di
dunia maya saja tidak akan pernah cukup.
Kali ini rangkuman sejumlah kasus yang menambah daftar hitam di
buku kehidupan anak Indonesia, yang harusnya diisi dengan canda dan tawa, kini
kita menyaksikan bahwa kisah ratapan anak tiri bukanlah kisah picisan sinetron.
Kini kita menyaksikan mimpi buruk bangsa ini harus kita lihat dengan mata
terbuka.
1.
Angeline, Diduga Dibunuh Keluarga Sendiri
Kasus ini adalah kasus yang paling
banyak menarik perhatian medsos akhir-akhir ini. Sejak gadis kecil berusia 8
tahun ini hilang, keluarganya membuat sebuah Fan Page di Facebook. Lewat media
tersebut, mereka meminta bantuan para netizen untuk menemukan anggota keluarga
mereka, Angeline. Mereka juga membuat akun di situs GoFundMe, sebuah situs
dimana seseorang bisa menggalang dana secara online untuk sebuah gerakan.
Tapi semua usaha mulia itu berujung
hal yang tidak terbayangkan. Sang gadis cantik ditemukan membusuk di halaman
rumahnya sendiri. Pembantunya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun polisi
masih terus menyelidiki kemungkinan keterlibatan keluarga Angeline. Gadis yang
hilang tiga hari menjelang ulang tahunnya yang kesembilan itu meninggal dengan
posisi sambil memeluk boneka.
2.
Arangga Arman Kusuma, Gantung Diri di Usia Belia
Arangga Arman Kusuma, akrab disapa
Aga adalah anak yang sangat cerdas. Dia menempuh pendidikan di salah satu
sekolah papan atas di Jakarta Selatan. Meski kedua orangtuanya telah berpisah,
dia tampak menjalani kehidupan seperti anak-anak lainnya.
Namun sikap tenang Aga ternyata
menyimpan sakit hati yang amat sangat. Suatu hari, anak berusia 12 tahun itu
memutuskan diri untuk menggantung dirinya di dalam lemari. Dia bahkan telah
merencanakan aksi bunuh diri itu dengan sangat matang. Beberapa pihak
menyalahkan tentang video game dan film anime yang mengandung unsur kekerasan,
memang menyalahkan sesuatu yang “fana” lebih gampang daripada menyalahkan diri
sendiri, yang gagal menjadi tempat berlindung bagi seorang anak.
3.
Penelantaran Anak di Cibubur
Penelantaran anak biasanya dilakukan
karena motif ekonomi yang tidak mapan. Namun, dalam kasus satu ini,
penelantaran justru dilakukan oleh sepasang suami-istri yang sangat mapan.
Mereka berdua mengaku datang dari kalangan berpendidikan. Sang Ayah malah
diketahui berprofesi sebagai seorang dosen di salah satu universitas swasta di
Jakarta.
Semua itu tidak bisa menutupi fakta
bahwa mereka menelantarkan anak mereka dalam kondisi yang menyayat hati. Anak
sulung mereka dibiarkan tinggal di luar rumah selama berbulan-bulan, hingga
harus tidur di pos satpam. Sementara tiga anak lainnya dibiarkan tinggal di
rumah yang berantakan dan tidak terjaga kebersihannya. Keempat anak tersebut
ditemukan dalam keadaan depresi dan trauma berat.
4.
Kasus Kekerasan Seksual di JIS
Kilas balik ke beberapa tahun lalu,
Indonesia digemparkan oleh kasus kekerasan seksual terhadap seorang anak di
salah satu sekolah internasional di Jakarta. Seorang ibu melaporkan pihak
sekolah ke polisi karena anaknya tertular penyakit kelamin akibat kekerasan
seksual. Beberapa staf kebersihan sekolah ditahan. Salah satu diantaranya mati
bunuh diri.
Kasus tersebut menguap begitu saja.
Namun, harus kita ingat bahwa pihak sekolah dan para guru harus ikut
bertanggung jawab. Sangat mustahil jika guru tidak mengetahui ada perbuatan
tidak senonoh terjadi pada siswa di kelasnya, dan sangat mengherankan jika
sekolah semewah itu tidak memiliki rekaman CCTV yang bisa dijadikan petunjuk
untuk mengetahui tersangka utama.
5.
Lingkungan Sekitar Anda
Kita bisa saja mengelus dada dan
geleng kepala ketika melihat berita di televisi atau di media online. Kita juga
bisa mengucapkan bela sungkawa di forum-forum online. Tapi apakah tindakan itu
membuat kita manusia yang lebih baik? Tidak. keadaan tidak akan berubah jika
kita tidak bertindak.
Apakah kita sudah berisiatif untuk
menegur jika ada orang di sekitar kita melakukan kekerasan terhadap anak? Atau
kita pura-pura tidak tahu dan menganggap itu “urusan pribadi masing-masing”?
Apa geleng-geleng kepala saja sudah cukup? Kita bisa mengakhiri kekerasan
terhadap anak jika kita mau, mulailah dari keluarga kita sendiri. Membesarkan
anak dalam lingkungan keluarga yang penuh welas asih akan menciptakan generasi
yang penuh cinta dalam hati mereka. Mewujudkan kasih sayang tidak butuh harta
melimpah.
Kita juga harus peka terhadap
lingkungan. Jika ada yang mau bertindak ketika melihat perubahan sikap dan
fisik Angeline, Aga atau anak-anak lainnya, mungkin saat ini mereka masih
bermain dengan riang. Gadget anda bisa anda gunakan untuk menemukan alamat
untuk menghubungi pihak yang berwajib dan berwenang, bukan hanya untuk
memposting doa saja. (HLH). Bombastis.com
No comments:
Post a Comment