SALAH satu
karateristik Islam adalah menjaga adab kepada Allah SWT sekaligus adab
kepada sesama manusia. Adab kepada-Nya dengan percaya dan beribadah.
Sedang adab kepada manusia adalah memenuhi hak-hak yang mesti diberikan
kepada mereka. Dua-duanya adalah kewajiban yang sifatnya hierarkis.
Berbuat kepada manusia, akan tetapi meninggalkan shalat misalnya
bukan karakter Islam. Begitu pula, menyembah kepada Allah akan tetapi
berbuat buruk kepada tetangga, adalah bukan karakter muslim bertauhid.
Artinya, seseorang yang bertauhid, mesti berbuat baik kepada
manusia. Jika pun akhlaknya buruk, maka ia belum menjadi muslim
bertahid yang ideal. Sebaliknya, berbuat baik kepada sesama juga mesti
didasari dengan tauhid, keimanan, bukan yang lainnya. Inilah yang
disebut muslim yang baik.
Begitu pula, dalam etika bertetangga. Bahkan etika ini menjadi perhatian khusus oleh Rasulullah SAW. “Tidak
henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku supaya berbuat baik
kepada tetangga, sehingga saya menyangka seolah-olah Jibril akan
memasukkan tetangga sebagai ahli waris -yakni dapat menjadi ahli waris
dan tetangganya.” (HR. Bukhari Muslim).
Hadis tersebut menunjukkan betapa, malaikat Jibril berulang kali mengingatkan Nabi Muhammad SAW untuk memperhatikan tetangga.
Wasiat Jibril kepada Rasulullah SAW sesungguhnya pemberian pelajaran
yang diperuntukkan kepada umat Rasulullah SAW. Memang, perkara dengan
tetangga sering memicu konflik antar saudara sesama muslim. Inilah
barangkali yang menjadi perhatian, agar ukhuwah tidak retak.
Ukhuwah itu paling kecil dimulai dari keluarga, kemudian tetangga.
Jika unsur ini retak, maka persaudaraan sesama manusia lain mudah
dipatahkan. Unsur tetangga menjadi peran sentral dalam menjaga
keharmonisan bermasyarakat.
Makanya, jika kita meretakkan unsur ini berarti kita ikut andil
meruntuhkan persaudaraan. Padahal kerusuhan masyarakat tidak diinginkan
oleh Islam.
Sehigga berbuat baik kepada tetangga dimasukkan ke dalam salah satu tanda keimanan seseorang. Allah SWT berfirman: "Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman seperjalanan, sepekerjaan, sesekolah dan lain-lain - orang yang dalam perjalanan dan - lalu kehabisan bekal -hamba sahaya yang menjadi milik tangan kananmu." (QS. al-Nisa':36).
Sehigga berbuat baik kepada tetangga dimasukkan ke dalam salah satu tanda keimanan seseorang. Allah SWT berfirman: "Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman seperjalanan, sepekerjaan, sesekolah dan lain-lain - orang yang dalam perjalanan dan - lalu kehabisan bekal -hamba sahaya yang menjadi milik tangan kananmu." (QS. al-Nisa':36).
Dalam ayat itu, setelah larangan untuk menyekutukan-Nya, Allah SWT
memerintahkan berbuat baik kepada tetangga, orang tua, kerabat dan
kepada manusia lainnya. Pengaitan ini bukan tanpa maksud atau tujuan.
Maksud Allah SWT adalah adab terhadap tetangga, orang tua atau kerabat begitu penting dalam membentuk karakter muslim beriman.
Sejumlah hadis menegaskan perintah Allah SWT dalam ayat itu. Misalnya, dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Demi
Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah,
tidaklah beriman!" Beliau s.a.w. ditanya: "Siapakah, ya Rasulullah."
Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu orang yang tetangganya tidak aman akan
kejahatannya - tipuannya." (HR. Bukhari Muslim).
Dalam riwayat lain Abu Hurairah juga menyampaikan sabdanya: "Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti
tetangganya - baik dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan
tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka hendaklah berkata yang baik atau - kalau tidak dapat berkata baik -
maka hendaklah berdiam saja - yakni jangan malahan berkata yang tidak
baik." (HR. Bukhari).
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya." (HR.
Abu Syuraih al-Khuza'i). Semua hadis Nabi tersebut menunjukkan urutan
kebaikan di atas adalah, setelah bertauhid, maka urutan berikutnya
adalah membangun perilaku sosial yang baik. Jadi, keshalihan itu tidak
dipersempat pada urusan prifat, tapi juga Islam mengajarkan keshalihan
secara menyeluruh, di setiap aspek kehidupan.
Oleh sebab itu, penting bagi setiap muslim untuk mengetahui adab bertetangga, untuk diamalkan. Di antaranya:
Pertama, Tidak berkata, berbuat atau berprasangka
yang tidak baik. Kalau mengeluarkan kata-kata yang baik, itulah yang
sebagus-bagusnya untuk dijadikan bahan percakapan. Tetapi jika tidak
dapat berbuat sedemikian, lebih baik berdiam diri saja.Rasulullah SAW
pernah ditanya: Wahai Rasulullah, si fulanah sering melaksanakan shalat
di tengah Rasulullah menjawab: ”Tidak ada kebaikan di dalamnya dan dia adalah penduduk neraka”.(HR. Bukhari).
Kedua, Berbagai makanan secukupnya, jika kita memiliki makanan lebih. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Hai Abu Zar, jikalau engkau memasak kuah, maka
perbanyaklah airnya dan saling berjanjilah dengan tetangga-tetanggamu -
untuk saling beri-memberikan." (HR. Muslim). Jika pun rizki itu
tidak cukup dibagikan untuk tetangga, maka jangan sampai bau makanannya
sampai kepada tetangga. Jangan sampi pula tetangga kelaparan sedangkan
kita kenyang.
Rasulullah SAW bersabda: ”Seseorang yang beriman tidak akan kekenyangan sedangkan tetangganya dalam keadaan lapar.” (HR. Bukhari).
Ketiga, Menjaga Tetangga. Rasulullah SAW member peringatan keras agar tidak menganggu tetangga. “Demi
Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah,
tidaklah beriman!" Beliau s.a.w. ditanya: "Siapakah, ya Rasulullah."
Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu orang yang tetangganya tidak aman akan
kejahatannya – tipuannya.” (HR. Bukhari).
Keempat, Menyapa, berprilaku baik dan sopan. Jika
tetangga membutuhkan sesuatu untuk dirinya, kita jangan menghalanginya.
Seperti yang pernah disabdakan Rasulullah SAW: "Janganlah seseorang
tetangga itu melarang tetangganya yang lain untuk menancapkan kayu di
dindingnya -untuk pengukuh atap dan lain-lain.” (HR. Bukhari).
Semua hadis Nabi dan etika seperit tersebut di atas menunjukkan
urutan kebaikan. Yiatu setelah bertauhid, maka urutan kebaikan
berikutnya adalah membangun perilaku sosial yang baik. Jadi, keshalihan
itu tidak dipersempat pada urusan privat, tapi juga Islam mengajarkan
keshalihan secara menyeluruh, di setiap aspek kehidupan. Dan kebaikan
tetangga merupakan pilar utama untuk menjaga keutuhan ukhuwah. Wallahu a’lam bisshawab.*/Kholili Hasib
Rep: Kholili Hasib
Red: Cholis Akbar
Red: Cholis Akbar
No comments:
Post a Comment