SALAH satu cara mensyukuri nikmat Allah, bahwa kita adalah Muslim adalah dengan mengamalkan ajaran Islam dengan penuh konsisten. Setiap Muslim harus menumbuhkan dan memiliki solidaritas dengan sesama Muslim yang lain. Bukan hanya untuk sesama Muslim yang berada di Indonesia saja, tapi juga bagi seluruh saudara-saudara Muslim lain di seluruh muka bumi.
Seorang Muslim tidak boleh hidup untuk dirinya sendiri sehingga tidak peduli dengan kehidupan saudara-saudaranya kaum Muslimin yang lain. Tapi setiap Muslim ketika melakukan shalat, ia mengatakan, ”Iyyaka na’budu waiyyaka nastai’in..” (Kepada-Mu lah kami menyembah dan kepada-Mu lah kami meminta pertolongan)
Dalam al-Quran, Allah menyebutkan, kaum Muslim adalah umat yang terbaik.
ُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْراً لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT.” (QS. Ali Imran (3) : 110).
Mengapa ayat al-Qur’an menggunakan lafazh “kami” dalam ayat tersebut, karena kita tidaklah sendiri melainkan kita adalah satu kelompok besar manusia, kita adalah satu umat. Kita adalah bagian dari seluruh umat Muslim dunia. Begitu juga Allah swt tidak menyeru dengan menggunakan lafazh “Yaa ayyyuhal mukmin” (Wahai orang beriman), melainkan dengan panggilan, “Yaa ayyuhal ladzina amanu” (Wahai orang-orang yang beriman), yakni dengan menggunakan lafadz jamak yang berarti banyak.
Oleh karena itu kaum Muslimin harus hidup bahu membahu. Jadilah engkau seperti kedua tangan, saling bergandengan (kun kalyadaini). Janganlah engkau seperti kedua teling, berdekatan jarak tetapi sesunnguhntya tidak memiliki alasan untuk akrab, dekat dan erat (walaa takun kal udzunaini).
Kaum Muslim yang kuat harus mengayomi yang lemah. Yang kaya membantu yang miskin. Karena kita adalah umat yang satu, yang saling membantu. Ukhuwah adalah pelajaran Islam yang paling penting. Ukhuwahlah yang bisa membangkitkan dan menyatukan umat saat ini. Sebab meskipun kita memiliki jumlah umat yang besar dan jumlah harta yang banyak, sumber daya alam yang melimpah, sumber daya insan yang berkualitas, tetapi ketika kita menyaksikan ukhuwah itu hilang, maka kita menjadi kelompok paling lemah/hina di antara kelompok umat manusia.
Rasulullah saw mengilustrasikan seorang Muslim dengan Muslim lainnya ibarat sebuah bangunan yang saling menguatkan. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw menjelaskan dengan merapatkan jari jemari dari dua tangannya sebagai visualisasi kedekatan, kekerabatan dan kekuatan satu sama lain dalam tubuh umat ini.
Bahkan dalam kesempatan yang lain, beliau mengatakan Muslim satu dengan Muslim yang lain ibarat satu tubuh, di mana jika satu organ tubuh sakit, maka yang lainnya akan merasakan sakit pula. Hanya dengan inilah umat Islam menjadi kuat di mata umat lainnya. Maka apa yang membuat saudara-saudara kita menangis di tempat lain, itu pun seharusnya membuat kita menangis di sini. Meskipun kita tidak bersama dengan mereka.
Bila saudara kita di belahan bumi lainnya mendapatkan kesenangan dan tertawa gembira, itu juga yang harusnya membuat kita tertawa bahagia di sini. Jauh di mata namun dekat di hati, demikian kata pepatah.
Dalam sebuah syair disebutkan, ”Sesungguhnya musibah menyatukan kita”. Saat sekarang ini kita menyaksikan begitu berat kondisi saudara-saudara kita di berbagai belahan bumi Allah swt. Lihatlah bagaimana kondisi saudara-saudara kita di Palestina, Afghanistan, Iraq, Somalia, dan berbagai tempat lainnya. Umat Islam sekarang melewati fase krisis yang sangat berat, melebihi krisis yang pernah dilewatinya dalam sejarah. Begitu banyak jiwa melayang di sana, begitu banyak darah yang mengalir di negeri-negeri itu.
Di Palestina, mereka menyulut api fitnah untuk memecah barisan perlawanan kaum Muslimin terhadap penjajah Zionis Israel. Mereka ingin pecah perang saudara, antara sesama anak bangsa Palestina. Begitu juga di Iraq, api fitnah berkobar-kobar antara pengikut Sunni dan Syiah. Padahal sebelumnya mereka bisa hidup berdampingan. Padahal, dilarang saling bunuh sesama umat Islam.
Haram bagi Hamas dan Fatahsaling menumpahkan darah di Palestina. Juga antara berbagai faksi di Iraq, Afghanistan, Checknya, China, Kashmir, di Indonesia atau di belahan dunia manapun.
Karena itulah, Muslimin di Indonesia mempunyai kewajiban untuk memainkan peran lebih besar untuk mendinginkan api konflik di dunia Islam. Indonesia negeri Muslim terbesar di dunia. Indonesia tidak memiliki masalah dengan negara-negara Islam lainnya. Maka, jika Indonesia memainkan perannya, itu akan lebih mudah didengar dan diikuti. Indonesia mempunyai kesempatan dan kekuatan untuk bertindak sebagai mediator/wasit dalam masalah konflik di berbagai negeri Islam.
Alangkah perlunya kita saat ini untuk mewujudkan peran strategis itu, sehingga kita bisa menyatukan langkah dan arah dan cita-cita besar ke depan. Hanya dengan persatuan seperti ini lah kita bisa menjadi kuat dan berwibawa serta disegani sebagai sebuah umat. Dan hanya dengan persatuan inilah kita bisa mengembalikan izzul Islam wal muslimin. Wallahu Allahu a’lam bish Shawab.*
Sholih Hasyim, penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah
No comments:
Post a Comment