Sunday, March 20, 2011

Dicari, Dai-dai untuk Para Napi!

JARUM menunjukkan pukul 17.00 sore. Masjid Al Husna, Rumah Tahanan Negara (Rutan) Medaeng, Surabaya telah ramai oleh jamaah. Mereka ada yang shalat sunnah, baca al-Qur’an dan zikir. Sekilas, tak tampak jika mereka adalah tahanan rutan kelas satu di kota pahlawan. Pasalnya, mereka juga memakai sarung, gamis, dan songkok. Mirip seperti santri di pondok pesantren.
Tak hanya itu, mereka juga pandai baca al-Qur’an. Bacaan mereka tartil dan bagus. Selain baca al-Qur’an, ada juga jamaah yang memilih berzikir. Mereka duduk mojok di sudut masjid. Mulut mereka komat-kamit menyebut asma Allah dengan mata terpejam dengan kepala sedikit digoyang ke kanan dan kiri. Sedangkan tangan mereka sibuk menggerakkan tasbih. Bahkan, mungkin karena saking khusuknya, ada salah satu jamaah yang menitikkan air mata.

Saturday, March 12, 2011

Gelorakan Islam dalam Diri dan Keluarga Kita

Oleh: Shalih Hasyim
KETIKA para dai, muballigh Islam yang datang dari berbagai suku dan bangsa menyebarkan dinul Islam ke berbagai pelosok dunia, hingga di wilayah Nusantara, mereka yakin secara utuh (al yaqinu kulluhu) bahwa Islam jalan kebenaran (al Haq) dan keselamatan (as Salam).  Seandainya kala itu mereka memandang semua agama benar –layaknya paham kaul liberal-- tentu tidak sampai pergi jauh melintasi pulau dan samudera hanya untuk berkorban waktu dan nyawa. Karena keyakinan akan kebenaran itulah, mereka melakukan ekpansi dakwah.
Namun, tiada ekspansi dakwah spektakuler  melebihi masa kekhalifahan Umar bin Khathab. Dalam masa 10 tahun (seputar 18 negara secara beruntun), dalam waktu kurang dari enam bulan terjadi ekspansi dakwah secara berkelanjutan (istimrar).