Monday, January 10, 2011

Wajah Kontradiksi Dakwah Hari ini

Mereka menyatakan bahwa sesama Muslimin saling menyayangi, namun banyak diantaranya justru saling  memangsa diri

Oleh: Syahrul Efendi D*

ANDA mungkin sering berjumpa dengan seorang Muslim yang semangat untuk mengajak orang untuk tunduk dalam naungan Islam. Tidak hanya tunduk, dia pun mungkin mengajak Anda lebih keras lagi untuk mengamalkan syariat dalam seluruh dimensi kehidupan Anda. Di kantorkah, di sekolahkah, lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, bahkan di negara Anda pun dia menuntun Anda untukmengusahakannya, seberat apapun tantangannya.



Tentu tidak ada yang salah dengan isi ajakannya itu. Tapi mengapa hari ini, ajakan semacam itu laksana terbentur tembok yang tebal? Kok kelihatannya semakin keras usaha ke arah semacam itu, semakin keras pula reaksi yang datang, baik dari kalangan luar orang Muslim maupun juga dari dalam orang Muslim sendiri. Apakah kita akan berapologi dengan menyatakan: demikianlah sunnatullah, kelak juga akan sirna yang bathil dan akan menang yang haq. Apakah apologi ini bukan merupakan cara kita untuk menutup diri dari introspeksi dan otokritik serta menutup mata dengan kenyataan yang ada?

Mengajak orang ke dalam naungan Islam atau dakwah merupakan pekerjaan yang bernilai tinggi. Namun tidak semua orang akan menyambut ajakan itu dengan suka cita. Sebagian ada yang timbang-timbang, ada yang apatis, ada yang sinis, ada yang menolak tegas secara langsung, dan ada yang malah menghalangi dan memerangi ajakan mulia itu. Itulah realitas manusia. Pengajak atau dai tentu tidak patut marah dan frustasi dengan keadaan yang diterimanya. Apalagi jika sampai memaksakan kehendak agar semua orang yang diajak tunduk kepada apa yang diajaknya.

Allah SWT sendiri menyatakan: Laa ikraaha fiddiin (Tidak ada paksaan dalam Agama) (Q.S. Al-Baqarah:256). Begitu juga Nabi SAW telah mencontohkannya dalam usaha dakwahnya. Kalau yang diajak bergeming dengan keyakinan lamanya, maka dia tetap harus dilindungi. Untuk usaha perlindungannya dikenakan kompensasi sesuai aturan Islam yang sudah ditetapkan. Mereka yang bergeming dengan keyakinan lama tapi dilindungi itu, disebut dengan kafir dzimmy.

Sebab apabila orang terpaksa tunduk ke dalam Islam, suatu saat apabila ada kesempatan, bukan tidak mungkin dia akan membalas dendam. Padahal Islam menghendaki ketundukan dan keimanan sejati dan sempurna dari orang yang masuk ke dalam Islam sebagaimana sempurnanya iman Ibrahim as, anbiya’ dan sahabat-sahabat Nabi SAW.

Lalu dari manakah timbulnya ketundukan dan keimanan sejati itu? Ketundukan dan keimanan sejati hanya ada dalam domain hati. Otak tidak bisa angkat bicara tentang hal itu. Mungkin otak akan manggut-manggut pada argumen filosofis tertentu, tapi dia selalu menuntut danbertanya-tanya. Tidak demikian halnya dengan hati. Apabila dia telah terpesona dan kenal dengan baik, dia akan mulai tunduk dan aktif mencintainya. Paralel dengan hal ini, apabila hati telah terpesona dengan Islam dan kenal akan mutu tingginya, dia akan tunduk dan aktif mencintai dengan mengamalkan ajaran dan sunnah-sunnah pembawanya, Nabi Muhammad SAW.

Saat hati telah tersentuh dan terpesona dengan keindahan Islam, dia akan mulai mencoba membuktikan. Cara dia membuktikan ada dua. Apabila dia tidak mau masuk lebih dalam, dia mencoba mencermatinya dari kesaksian yang dia lihat sendiri. Namun bagi yang mau masuk lebih dalam, dia mencoba mengalami, apakah yang dipandang demikian adanya.

Beginilah cara kerja hati manusia dalam menilai sesuatu. Kontradiksi dan inkonsistensi faktor kegagalan dakwah hati manusia menuntut kesejatian dan keutuhan.

Apakah kesejatian itu?

Kesejatian lawan dari kepalsuan. Dia selaras antara apa yang tampak dimata (zahir) dengan apa yang tersembunyi di dalam (bathin). Dia apa adanya. Bukan kamuflase, artifisial, dan sejenisnya. Sedangkan keutuhan adalah tidak terbagi-bagi. Dia bulat dari sisi ke sisi. Dia senyawa dari hulu ke hilir. Hati manusia cenderung mencari ke sini: keutuhan dan kesejatian. Menolak kepalsuan dan keretakan.

Apabila Islam hari ini terwujud berupa kesejatian dan keutuhan dalam praktik kaum Muslimin, tentu semua hati manusia akan berduyun-duyun menggabungkan diri ke dalam naungannya seperti halnya manusia berbondong-bondong masuk ke dalam Islam di masa Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

Tapi hari ini kita menjumpai Islam yang kontradiksi dan inkonsisten dalam praktik kaum Muslimin. Kontradiksi antara konsep dengan pelaksanaan kaum Muslimin maupun inkonsisten antara seruan dan perkataan kaum Muslimin dengan perbuatan sehari-hari mereka. Tentu tidak semuanya demikian.

Misalnya, kaum Muslimin berkata bahwa mereka beriman kepada Penciptanya, namun dia mengingkari imannya dengan perbuatan –perbuatan haramnya seperti korupsi, berzina dsb. Mereka menyatakan bahwa sesama kaum Muslimin saling menyayangi dan mengayomi, tapi mereka saling memangsa dan bahkan lebih suka mengayomi yang belum Muslim. Lalu bagaimana mungkin hati-hati manusia yang belum tersentuh Islam akan tertarik dengan wajah kontradiksi dan inkonsisten dari praktik kaum Muslimin semacam itu. Mereka tentu akan melihat wajah Islam yang retak. Jangan disalahkan apabila mereka berkomentar: ngapain masuk Islam, yang Muslim saja begitu.
Inilah yang menjadi faktor penghalang orang untuk simpati dan tertarikmasuk ke dalam ajaran Allah. Yang menghalangi mereka adalah orang-orang Muslim sendiri yang inkonsisten dan kontradiksi tersebut.

Pantaslah apabila Muhammad Abduh pernah mengatakan: Al-Islaamu mahjuubun bil muslimiin (Islam ditutupi oleh orang-orang Muslim sendiri). Padahal Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya telah mengajarkan dengan baik dalam contoh pengalaman hidup mereka.

Seperti yang dibaca oleh kaum Muslimin dalam berbagai riwayat bahwakunci sukses dakwah Nabi SAW dan sahabatnya adalah tiadanya kontradiksi dan inkonsistensi dalam keberislaman mereka. Keberislaman mereka utuh, sempurna dan sejati sehingga orang-orang ketika itu terperangah dan takjub seolah-olah menjumpai manusia asing yang sempurna. Mereka menyaksikan Islam laksana taman bunga yang indah yang sungguh sayang untuk tidak dimasuki walau dari pintu manapun.Wallahua’lam bishshawab.
Penulis adalah Mantan Ketua Umum HMI-MPO

No comments:

Post a Comment